Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2025

Aku Hanya Laki Laki Biasa

Sembeng Tedeng  Randi hanyalah lelaki biasa, tak memiliki banyak harta atau jabatan. Hidupnya sederhana, bekerja sebagai teknisi listrik di sebuah kota kecil. Setiap pagi, ia bangun dini hari, menyeduh kopi hitam, lalu berangkat mencari rezeki. Dalam hidupnya, hanya ada satu hal yang ia anggap paling berharga: Nirmala, istrinya. Nirmala adalah wanita cantik, ceria, dan penuh pesona. Randi tak pernah mengira ia bisa menikahi perempuan seindah Nirmala. Meski sering merasa dirinya tak cukup pantas, Randi berusaha menjadi suami yang baik. Namun, pernikahan mereka perlahan berubah menjadi dingin. Nirmala mulai sering pulang larut malam. Ia berkata sedang bekerja lembur di sebuah kantor yang baru ia masuki. Tapi Randi mulai curiga saat melihat perubahan sikap istrinya. Nirmala lebih sering sibuk dengan ponselnya, tersenyum sendiri saat menerima pesan. Suatu malam, ketika Nirmala tertidur, Randi tanpa sengaja melihat notifikasi pesan di layar ponsel istrinya. Nama yang muncul ...

Sunyi di Tengah Riuh

Sembeng Tedeng Dari sekian banyak wajah, berkumpul dalam satu ruang tanpa batas. Suara-suara berbaur, tapi hanya gema hampa yang terasa. Satu demi satu bergabung, nama-nama berderet tanpa cerita. Namun, hanya segelintir yang bersuara, sisanya tenggelam dalam sunyi mereka. Sebuah panggung tanpa dialog, di mana kesunyian menjadi monolog. Tapi mereka yang menyahut, adalah lilin di tengah malam gelap. Mereka menghangatkan ruang yang beku, membuktikan arti hadir meski sedikit yang tahu. Biarlah yang diam tetap diam, dan yang menyahut tetap bernyala. Dari sekian banyak, hanya beberapa, namun itu cukup untuk membentuk cerita.

Aku suka sama dia sejak dari bangku SMA tapi dia tida peka

Sembeng Tedeng  Dari bangku SMA yang penuh cerita, Aku memandangnya, dia yang selalu ada. Senyumnya sederhana, tawanya ringan, Namun hatiku bergemuruh, bergetar pelan. Setiap pagi aku berharap, Dia menyadari tatapan yang tak pernah lelah. Namun dia sibuk, sibuk tertawa, Tanpa pernah melihat isyarat cinta. Aku suka caranya bicara, Meski bukan untukku, itu cerita. Aku suka saat dia berjalan, Meski tak pernah menuju ke arahku, perlahan. Aku mencoba memberi tanda, Lewat kata-kata yang tersirat makna. Namun dia tetap diam, tak berubah, Mungkin baginya aku hanya bayangan biasa. Kini waktu berlalu, SMA usai, Namun rasaku tetap tak memudar, tak terurai. Meski dia tak pernah tahu, tak pernah peka, Aku suka, dan itu sudah cukup untuk bahagia.

Akun dingin karena hujan

Sembeng Tedeng  Rintik hujan menyapa lembut bumi, Membasuh luka dan rindu yang sunyi. Angin berbisik di sela dedaunan, Mengantar dingin ke sudut perasaan. Aku duduk sendiri, memeluk sunyi, Meresapi setiap tetes yang jatuh penuh arti. Hujan ini, seperti pesan tak terucap, Mengingatkan hati pada luka yang tak lenyap. Dingin merayap di kulit, Namun hangat kenangan tetap mengikut. Bayanganmu menari di balik tirai hujan, Menyulam ingatan yang tak lekang oleh zaman. Dingin yang menggigilkan raga, Namun diam-diam menghangatkan jiwa, Membawa kita pada jeda, sebelum lupa. Hujan terus bernyanyi, tanpa henti, Menciptakan melodi tentang sepi. Aku dan dingin, bersandar pada kenangan, Hujan menjadi saksi—kisah yang tak terselesaikan.

Puitis keheningan malam yg ditabur dengan bintang

Malam tiba membawa selimut hitam, menyelimuti dunia dalam kedamaian kelam. Namun, langit tak sepenuhnya gelap, bintang-bintang bermekaran, menjadi pelita yang tetap. Setiap bintang adalah cerita, mengalir dari sudut langit yang tak terjangkau mata. Mereka menari dalam harmoni bisu, menghias keheningan dengan sinar yang syahdu. Angin malam berbisik lembut, mengiringi detak hati yang turut larut. Dalam taburan cahaya yang bertebaran, terdengar lagu sunyi yang tak berkesudahan. Bulan tersenyum, menjadi saksi, dalam heningnya malam yang abadi. Di antara bintang-bintang yang bertaburan, jiwa merangkai doa penuh harapan. Keheningan ini adalah kanvas abadi, tempat bintang melukis mimpi-mimpi. Di Bawah taburannya, dunia pun mengerti, bahwa malam tak pernah benar-benar sepi.

Rasa cinta yg sebelah pihak

Sembeng Tedeng  Aku berjalan di jalan yang sunyi, Menelusuri hati yang penuh misteri. Rasaku melimpah, seperti sungai deras, Namun kau tak tahu, kau tak pernah merasa. Setiap kata yang kutitipkan angin, Hilang tanpa jejak, tanpa kau dengar. Setiap senyum yang kusisipkan diam, Tak kau tangkap, kau hanya berlalu samar. Aku mencintaimu, sepenuh jiwa, Namun kau tetap berdiri di sisi yang berbeda. Melihat dunia dari sudutmu, Tanpa pernah melihat aku yang menunggu. Hanya bayangan yang tenggelam di gelas. Namun aku tetap di sini, Mengisi ruang kosong dengan harapan yang mati. Mungkin cinta ini takkan pernah bersuara, Tetap menjadi rahasia yang tak bernyawa. Tapi aku tahu, meski kau tak pernah menyapa, Rasa cinta ini tulus, meski sebelah saja.

Aku adalah Seorang Pemuda dari Manggarai

Sembeng Tedeng  Aku adalah pemuda dari Manggarai, anak bukit dan lembah, penjaga adat, di mana alam berbisik dengan tenun songke, dan harapan tumbuh di ladang orang tua. Namun langkahku kini jauh meniti, merantau meninggalkan pelukan bukit, menyebrangi laut impian dan rindu, demi sebuah gelar yang kusebut masa depan. Aku membawa doa di pundakku, selendang cinta dari ibu yang setia, dan pesan ayah yang berkata, “Pergilah, raih ilmu, kembalilah dengan cahaya.” Di kota ini, aku berjuang, di antara tumpukan buku dan dinding sunyi, memahat mimpi di tengah keterasingan, menahan rindu pada tanah Manggarai tercinta. Namun aku tahu, semua ini tak sia-sia, gelar yang kujemput adalah janji, untuk keluarga, untuk tanah leluhur, untuk masa depan yang takkan mengkhianati jerih payah. Aku adalah pemuda dari Manggarai, merantau bukan untuk melupakan, tapi untuk kembali, membawa harapan bagi mereka yang menantiku di rumah.