Langsung ke konten utama

Pelangi Dan Matahari

Sembeng Tedeng 

Aku sudah berjuang,
merangkai warna dari luka,
menyulam cahaya dari duka,
menjadi pelangi di langitmu yang kelabu.
Setiap tetes hujan kuterima tanpa payung,
hanya demi satu senyum yang mungkin kau lupa.

Aku belajar mencintai dalam diam,
seperti embun yang tak pernah menuntut langit untuk tinggal,
seperti senja yang tahu bahwa malam akan datang,
namun tetap memberi jingga terbaiknya.
Tapi kau
kau terlalu terpaku pada matahari,
yang membakar matamu,
hingga tak bisa kau lihat lukisan cintaku.

Kau buta warna.
Bukan karena tak mampu melihat,
tapi karena terlalu sibuk mengejar yang terang,
hingga lupa
bahwa keindahan kadang lahir dari sisa hujan dan cahaya yang malu-malu.
Aku ini pelangi,
bukan cahaya yang menyilaukan,
hanya serpih warna dari badai yang kupeluk sendirian.

Kau kira pelangi itu hanya hiasan langit?
Tidak.
Pelangi adalah janji,
dari langit yang lelah menangis namun tetap ingin indah.
Dan aku,
sudah menjadi itu untukmu.
Sudah kuberikan ungu dari pengertian,
biru dari kesetiaan,
hijau dari harapan,
kuning dari tawa yang tak pernah kau balas,
jingga dari rindu yang kubiarkan diam,
dan merah dari cinta yang tak kau tahu.

Tapi tetap saja,
kau tak melihatku.
Karena kau hanya percaya pada matahari,
dan menolak semua yang tak membakar.

Sekarang, biarlah aku pergi.
Biar langit kembali kelabu tanpa warnaku,
biar hujan jatuh tanpa janji,
dan jika suatu hari matamu lelah oleh silau cahaya,
barangkali kau akan menoleh ke belakang
dan menyesal,
karena pernah buta warna terhadap pelangi
yang kau punya
tapi tak pernah kau lihat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku di bangku kuliah

Sembeng Tedeng  Aku duduk di sini, di bangku kuliah, Di antara mimpi-mimpi yang melayang, Menyusun masa depan dalam lembaran kertas, Menyerap ilmu yang terkadang terasa jauh dari hati. Kampus adalah panggung dunia kecilku,l Tempat aku belajar tentang makna kehidupan, Bukan hanya dari buku, Tapi dari tawa, air mata, dan persahabatan. Dosen berbicara tentang teori dan logika, Namun hidup mengajarkan rasa dan dilema. Di balik tugas yang menumpuk dan jadwal yang padat, Aku belajar arti tekad dan kesabaran yang hebat. Kadang aku merasa lelah, Tertatih dalam perjalanan panjang, Namun di sela lelah, ada harapan yang terus berpendar, Bahwa ilmu ini adalah jembatan menuju cita-cita besar. Di sini, aku bukan hanya belajar, Aku tumbuh, aku mencari, Jati diriku yang terselip di antara rapatnya ruangan, Dan mimpi yang terbentuk dalam langkah pelan. Aku di bangku kuliah, Bukan sekadar mahasiswa yang hadir dan absen, Tapi seorang pejuang masa depan, Yang melangkah pasti, meski kadang ...

Aku Hanya Laki Laki Biasa

Sembeng Tedeng  Randi hanyalah lelaki biasa, tak memiliki banyak harta atau jabatan. Hidupnya sederhana, bekerja sebagai teknisi listrik di sebuah kota kecil. Setiap pagi, ia bangun dini hari, menyeduh kopi hitam, lalu berangkat mencari rezeki. Dalam hidupnya, hanya ada satu hal yang ia anggap paling berharga: Nirmala, istrinya. Nirmala adalah wanita cantik, ceria, dan penuh pesona. Randi tak pernah mengira ia bisa menikahi perempuan seindah Nirmala. Meski sering merasa dirinya tak cukup pantas, Randi berusaha menjadi suami yang baik. Namun, pernikahan mereka perlahan berubah menjadi dingin. Nirmala mulai sering pulang larut malam. Ia berkata sedang bekerja lembur di sebuah kantor yang baru ia masuki. Tapi Randi mulai curiga saat melihat perubahan sikap istrinya. Nirmala lebih sering sibuk dengan ponselnya, tersenyum sendiri saat menerima pesan. Suatu malam, ketika Nirmala tertidur, Randi tanpa sengaja melihat notifikasi pesan di layar ponsel istrinya. Nama yang muncul ...

Kain Songke, Selendang Songke, dan Kemeja Putih Simbol Pemuda yang Berjuang

Sembeng Tedeng Di pundakku, selendang songke menggantung, menyatu dengan nafas tanah leluhur, motif-motifnya melukis cerita, tentang perjuangan, doa, dan cinta yang tak pernah usai. Kain songke membalut tubuhku, hitamnya adalah keteguhan hati, benang-benang berwarna adalah harapan, yang dirajut oleh tangan para ibu, menghidupkan warisan dalam setiap helai. Kemeja putihku bersaksi, tentang niat tulus pemuda yang tak gentar, warnanya melambangkan kemurnian mimpi, untuk menjunjung tinggi adat dan masa depan. Aku berdiri, pemuda dari Manggarai, di antara bukit hijau dan nyanyian angin Flores. Pakaian ini bukan sekadar kain, tapi simbol perjuangan dan identitas, jiwa muda yang tak melupakan akar. Dalam balutan songke dan putihnya harapan, aku melangkah menuju esok yang cerah, membawa adat, membawa perubahan, aku pemuda Manggarai, penjaga masa depan.