Sembeng Tedeng
Aku sudah berjuang,
merangkai warna dari luka,
menyulam cahaya dari duka,
menjadi pelangi di langitmu yang kelabu.
Setiap tetes hujan kuterima tanpa payung,
hanya demi satu senyum yang mungkin kau lupa.
Aku belajar mencintai dalam diam,
seperti embun yang tak pernah menuntut langit untuk tinggal,
seperti senja yang tahu bahwa malam akan datang,
namun tetap memberi jingga terbaiknya.
Tapi kau
kau terlalu terpaku pada matahari,
yang membakar matamu,
hingga tak bisa kau lihat lukisan cintaku.
Kau buta warna.
Bukan karena tak mampu melihat,
tapi karena terlalu sibuk mengejar yang terang,
hingga lupa
bahwa keindahan kadang lahir dari sisa hujan dan cahaya yang malu-malu.
Aku ini pelangi,
bukan cahaya yang menyilaukan,
hanya serpih warna dari badai yang kupeluk sendirian.
Kau kira pelangi itu hanya hiasan langit?
Tidak.
Pelangi adalah janji,
dari langit yang lelah menangis namun tetap ingin indah.
Dan aku,
sudah menjadi itu untukmu.
Sudah kuberikan ungu dari pengertian,
biru dari kesetiaan,
hijau dari harapan,
kuning dari tawa yang tak pernah kau balas,
jingga dari rindu yang kubiarkan diam,
dan merah dari cinta yang tak kau tahu.
Tapi tetap saja,
kau tak melihatku.
Karena kau hanya percaya pada matahari,
dan menolak semua yang tak membakar.
Sekarang, biarlah aku pergi.
Biar langit kembali kelabu tanpa warnaku,
biar hujan jatuh tanpa janji,
dan jika suatu hari matamu lelah oleh silau cahaya,
barangkali kau akan menoleh ke belakang
dan menyesal,
karena pernah buta warna terhadap pelangi
yang kau punya
tapi tak pernah kau lihat.
Komentar
Posting Komentar